4. Berpuasa pada hari arafah.
Puasa pada hari Arafah ditegaskan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam dalam sabdanya:
أحتسب على الله أن يكفر السنه التي قبله و السنه التي بعده (رواه مسلم)
Artinya: “Aku berharap semoga Allah menghapus dosa setahun sebelum dan sesudahnya”. HR. Muslim.
Tetapi bagi yang melaksanakan haji di Arafah, tidak disunatkan berpuasa. Karena Nabi salallahu alaihi wasalam berbuka pada saat di Arafah.
5. Keistimewaan hari Nahr (tanggal 10 dzil hijjah).
Kebanyakan kaum muslimin melalaikan hari ini. Sebagian para ulama berpendapat bahwa hari ini adalah hari yang paling istimewa, bahkan jika dibandingkan dengan hari arafah.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Sebaik baik hari disisi Allah adalah hari nahr, yaitu hari haji besar (hajjul Akbar)”.
Seperti sabda Nabi salallahu ‘alaihi wasalam dalam Sunan Abi Daud:
“ان أعظم الأيام عندالله يوم النحر، ثم يوم القمر (سنن أبي داود)
Artinya: “Sesungguhnya hari yang agung disisi Allah adalah hari nahr, kemudian hari qamar” (Sunan Abi Daud).
Hari qamar adalah hari bermukim di Mina, yaitu tanggal sebelas dzul hijjah.
Pendapat lain menyatakan hari arafah lebih istimewa. Karena berpuasa pada hari ini meleburkan dosa dua tahun. Dan tiada hari lain Allah meleburkan dosa hambanya lebih dari hari ini.
Lalu hari yang mana yang lebih istimewa? Sebab hadits yang menerangkan tidak bertentangan. Manapun yang lebih istimewa diantara keduanya, bagi kita sebagai muslim adalah berusaha sebaik mungkin untuk mengisinya dengan beribadah.
Bagaimana kita menyongsongnya?
1. Selayaknya bagi seorang muslim untuk bertaubat nasuha. Melepaskan diri dari dosa dan perbuatan maksiat. Sebab dosa adalah penghalang hamba dari kemurahan Rabbnya.
وتحجب قلبه عن مولاه
“Hatinya tertutup dari kekasihnya”.
2. Dengan kesungguhan, ‘azzam yang kuat untuk mendapat keridhaan Allah subhanau wata’ala.
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا (العنكبوت: ٦٩)
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami….”. (QS: Al-Ankabut: 69)
Diterjemahkan dari maqolah: “Fadhlu ayaam ‘asyar dzilhijjah”, ‘Abdullah ibn ‘Abdurrahman Al-Jibriin.
Sana’a, 13 November 2009.