Kalau saja seekor kambing, ditawari dua keranjang. Keranjang rumput dan keranjang emas. Kambing akan memilih keranjang rumput. Lain halnya dengan manusia yang mengetahui nilai dan harga emas, ia akan memilih keranjang emas. Kalaupun manusia, tapi ia tak kenal ‘peradaban’, tak kenal nilai emas. Yang ia tahu hanya beternak kambing, maka pilihannya akan sama dengan pilihan kambing. Ia akan memilih keranjang rumput.
Sebagai manusia yang dikaruniai akal, kita seharusnya pandai menggunakan potensi ini. Potensi berfikir, melihat dan mendengar.
Apalagi sebagai seorang muslim harus mampu memilah mana yang seharusnya dikerjakan dan mana yang mesti dijauhi.
Salah satu syarat kita unutuk mencapai derajat disisi Allah adalah dengan ilmu pengetahuan. Baik ilmu syar’i yang mempelajari kaidah dan hukum-hukum dien ini. Maupun ilmu alam, tekhnologi atau ilmu kauniyah yang akan menambah keyakinan kita akan kebenaran Allah yang tergambar dari apa yang tercipta di alam semesta ini. Ilmu pengetahuan dan tekhnologi bukan suatu hal yang akan menjauhkan dari fitrah manusia untuk tunduk kepada Sang Pencipta. Tapi sebaliknya dengan terus menggali rahasia pengetahuan alam semesta ini akan lebih mendekatkan kepada-Nya.
Hari-hari ini merupakan sepuluh hari terakhir (‘asyrul awakhir) di buan Ramadhan. Banyak diriwayatkan di malam-malam ganjil sepuluh akhir bulan ini terdapat malam lailatul Qadar. Malam yang kemuliaannya sebanding dengan seribu bulan.
Suatu keistimewaan bagi ummat ini. Walau ummat Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam tidak ada yang memiliki umur sepanjang ummat sebelumnya. Contohnya nabi Nuh ‘alaihi salam yang masa dakwahnya saja 950 tahun atau seribu tahun kurang lima puluh (alfu sanah illa khamsin). Tapi ummat ini dikaruniai waktu waktu dan tempat tempat yang memiliki keistimewaan.
Tempat tempat yang memiliki keistimewaan dan kita dianjurkan untuk banyak menziarahinya antara lain Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsa di Falestina.
Maka pembebasan Falestina dari hegemoni Zionis adalah masalah aqidah. Masjid Al-Aqsa adalah kiblat pertama ummat islam, yang kemudian dipindahkan ke arah ka’bah di Makkah Al-Mukaramah.
Jangan sampai kita terpengaruh oleh kelicikan musuh-musuh Allah yang memalingkan kita darinya. Al-Aqsa bukan kubah Al-Shakra (Masjid berkubah kuning keemasan) yang sering di tampilkan oleh media.
Jangan pula terpengaruh oleh orang-orang yang mencoba mengkaburkan makna Al-Aqsa. Ini seperti apa yang di ceritakan Oleh Ust. Syuhada Bahri dalam satu ceramahnya: Pada suatu perayaan Isra Mi’raj. Panitia mengundang seorang doktor untuk menjadi ceramah. Dalam ceramahnya doktor ini, menyatakan bahwa arti Al-Aqsa adalah ‘tempat yang jauh’ di langit sana. Tentu saja ini suatu pengaburan yang menyesatkan.
Pada waktu itu ada seorang anak muda yang usil, bertanya: ”Pak!, dulu kan kiblat umat islam menghadap Al-Aqsa, sebelum dipindah menghadap ka’bah. Naah, apa rasulullah kalo shalat sambul tidur terlentang?”.
Kemudian keutamaan waktu-waktu tertentu yang diberikan kepada ummat ini diantaranya adalah malam lailatul Qadar.
Kita seharusnya tahu nilai yang terdapat pada malam ini. Dan harus mempunyai kemauan dan harapan untuk mendapatkannya.
Rasulullah pada akhir ramadhan ini melebihkan aktifitas ibadahnya dari hari-hari sebelumnya. Seperti tersirat dalam hadits yang diriwayatkan muslim:
”Kaana rosulillah salallahu ‘alaihi wasalam yajtahidu fi ‘asyril awakhiri maala yajtahidu fi goirihi”
Artinya: Kesungguhan rasulullah pada sepuluh hari terakhir melebihi kesungguhannya di hari-hari sebelumnya”
Dari ‘aisah yang diriwayatkan bukhari dan muslim:
”kaana rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam idza dakhala al’asyr syadda ma’zarahu wa ahya lailahu wa aiqadha ahlahu”
Artinya: ”memasuki hari sepuluh (terakhir), rasulullah mengencangkan ikat pinggangnya (tidak mendekati perempuan), menghidupkan malam-malamnya (dengan beribadah) dan membangunkan keluarganya”
Di sepuluh hari terakhir ini Rasulullah selalu beri’tikaf, bahkan pada tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf di dua puluh hari terakhir.
Dari ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
”Kaana rosulullah salallahu ‘alaihi wasalam ya’takiful asyaral awakhir hatta tawafahullahu…”
Artinya: ”Rasulullah selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir sampai beliau wafat”
Itikaf adalah berdiam diri di masjid dengan maksud kethaatan dan beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala baik dalam tenggang waktu yang lama atau tidak.
I’tikaf bisa dilakukan disetiap masjid yang didirikan shalat jamaah didalamnya.
Sebagai manusia cerdas tentu kita tidak mau kehilangan kesempatan yang amat berharga ini.
Benar seperti apa yang ditulis seseorang di comment box salah satu situs jejaring: ”Ada gak sich dalilnya, kalo lailatul qadar itu ada di Mall Matahari, Ramayana atau Giant?!”
Lucu memang, tapi ya begitulah. Biasanya enggak siapa enggak siapa. Pada akhir bulan ini, bukannya semakin memperketat frekuensi ibadah. Malah sebaliknya kuat jalan-jalan ke mall, rajin lihat mode pakean terbaru, sibuk menyiapkan menu lebaran, janjian sama doi lah…
Seakan gembira akan ditinggal oleh bulan yang penuh rahmah, maghfirah dan’itqu munannar ini. Padahal belum tentu kita akan bertemu dengan ramadhan tahun depan.
Semoga kita bisa memuhasabah diri. Masih ada kesempatan kita untuk menutup kelalaian yang kita perbuat dalam mengisi bulan ini. Kita bukan kambing yang memulih rumput, menghamburkan waktu untuk kesiasiaan.
Tapi kita adalam manusia, muslim yang cerdas. Wallahu’alam bishawab.